Menulis Itu Candu
Alhamdulilah
Allah mempertemukan saya dengan orang-orang baik yang senang berbagi melalui
tulisan. Yang inspiratif, inovatif berkolaborasi dan saling bersinergi melalui
karya tulis. Kami tergabung dalam Kelas Menulis Pustakawan bersama ibu Tri
Hardiningtyas dan Mbak Noorika Retno Widuri yang puooll ngasi semangat untuk
aktif menulis. Atmosfer yang begitu kuat akan
mendorong siapapun yang berada di komunitas ini untuk suka menulis, berlatih
menulis, dan ingin menjadi penulis. Akhirnya saat ini saya pun kecanduan dalam
menulis karena sudah terjangkit oleh virus-virus menulis yang sudah mereka
tularkan.
Kecanduan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti ketagihan atau sudah sangat
terikat. Sedangkan menurut Kamus Oxford pengertian kecanduan adalah tidak dapat
berhenti menggunakan sesuatu dan menjadi kebiasaan, menghabiskan banyak waktu
untuk hobi atau sesuatu yang menarik.
Menurut
teori behaviorisme, perilaku yang tidak mendatangkan kesenangan tidak akan
diulangi lagi; artinya kita tidak akan menggunakan media massa bila media massa
tidak memberikan pemuasan pada kebutuhan kita (Jalaluddin Rakhmat, 1991: 207).
Mengenai kebutuhan biasanya orang merujuk pada hirarki kebutuhan yang
ditampilkan oleh Abraham Maslow (1954). Ia membedakan lima perangkat kebutuhan
dasar:
1.
Physicological
needs (kebutuhan
psikologis)
2.
Safety
needs (kebutuhan keamanan)
3.
Love needs (kebutuhan cinta)
4.
Esteem
needs (kebutuhan penghargaan)
5.
Self-actualization
needs (kebutuhan
aktualisasi diri)
(Onong
Uchjana Effendy, 2003).
Jadi
jelaslah kalau kita menggunakan media massa karena didorong oleh motif- motif
tertentu. Ada berbagai kebutuhan yang dipuaskan oleh media massa. Pada saat
yang sama, kebutuhan ini dapat dipuaskan oleh sumber-sumber lain selain media massa.
Kita mencari kesenangan media massa dapat memberikan hiburan. Kita mengalami
goncangan batin, media massa memberikan kesempatan untuk melarikan diri dari
kenyataan. Kita kesepian, dan media massa berfungsi sebagai sahabat (Jalaluddin
Rakhmat, 1991: 206-207).
Namun adabaiknya
segala sesuatu yang berlebihan pasti ada nilai ketidak baikannya. Oleh karena
itu dalam menulus juga butuh adanya kontorl diri.
Aspek-aspek
Kontrol diri
Tangney,
Baumeister, dan Boone (2004) menyatakan bahwa kontrol diri memiliki beberapa
aspek, yaitu :
1.
Self
dicipline (disiplin diri)
Disiplin diri
adalah kemampuan individu dalam menahan dirinya dari hal-hal yang dapat
menganggu konsentrasinya. Hal ini berarti individu dapat memfokuskan dirinya
saat melakukan suatu pekerjaan.
2.
Deliberate/non
impulsive action (tidak tergesa-gesa)
Deliberate/non
impulsive adalah kemampuan individu dalam melakukan
tindakan dengan timbangan tertentu, bersifat hati-hati dan tidak tergesa-gesa.
Hal ini berarti individu yang sedang melakukan suatu pekerjaan cenderung tidak
akan mudah teralihkan. Individu yang tergolong non impulsive memiliki sifat yang tenang dalam mengambil keputusan.
3.
Healthy
habits (kebiasaan
hidup sehat)
Kebiasaan hidup
sehat adalah kemampuan individu dalam mengatur perilakunya menjadi kebiasaan
yang menyehatkan karena individu yang biasanya memiliki kebiasaan hidup yang
sehat akan menolak sesuatu yang dapat mengakibatkan dampak buruk walaupun hal
tersebut menyenangkan untuk dirinya.
4.
Work etic (etos kerja)
Etos kerja
merupakan kemampuan individu terhadap regulasi diri di dalam layanan etika
kerja. Individu mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik tanpa terpengaruh
hal- hal lain di luar tugasnya, meskipun hal tersebut menyenangkan. Individu
dengan work etic mampu mengatur diri
dalam layanan etika kerja, seperti individu yang mampu memberikan perhatian secara penuh tehadap pekerjaan yang dilakukan.
5.
Reliability (konsisten)
Reliability
merupakan
kemampuan individu dalam melaksanakan perencanaan jangka panjang untuk
pencapaian tertentu. Individu dengan kemampuan ini akan konsisten mengatur
perilakunya untuk mewujudkan perencanaannya.
Sedangkan
menurut Averill (1973) mengatakan bahwa ada tiga aspek dalam kontrol diri yaitu
:
1.
Kontrol Perilaku
Kontrol perilaku
merupakan kesiapan tersedianya suatu respons yang dapat secara langsung
mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan
mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen, yaitu mengatur
pelaksanaan (regulated administration)
dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus
modifiability).
Kemampuan
mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang
mengendalikan situasi atau keadaan. Apakah dirinya sendiri atau aturan perilaku
dengan menggunakan kemampuan dirinya dan apabila tidak mampu individu akan
menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan
untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki
dihadapi.
Ada
beberapa cara yang dapat digunakan yaitu, mencegah atau menjauhi stimulus,
menempatkan tenggang waktu diantara rangkaian stimulus yang sedang berlangsung
menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir dan membatasi intesitasnya.
2.
Kontrol kognitif
Kontrol kognitif
merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan
dengan cara menginterpretasi, menilai atau menghubungkan suatu kejadian dalam
suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan.
Aspek ini terdiri dari dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information gain) dan melakukan
penilaian (appraisal). Dengan
informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak
menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai
pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan
menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi
positif secara subjektif. Individu harus mempunyai kemampuan untuk menafsirkan
peristiwa, artinya individu harus dapat mengartikan semua peristiwa yang
terjadi dalam kehodupannya, sehingga individu dengan mudah untuk menjalani
peristiwa tersebut dan dapat memikirkan langkah- langkah apa yang akan dilakukannya
kedepan.
3.
Kontrol
keputusan atau kemampuan mengambil keputusan
Setiap peristiwa
pasti ada sesuatu yang harus diputuskan. Setiap individu harus mempunyai
kemampuan untuk mengambil suatu keputusan yang baik, dimana keputusan yang
diambil tersebut baik untuk diri individu
sendiri maupun orang
lain yang ada di sekitarnya.
Kontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu
tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri
dalam menentukan pilihan akan berfungsi dengan baik dalam memilih berbagai
tindakan.
Jadi individu
dapat dikatakan memiliki kontrol diri yang baik, jika individu memiliki
disiplin diri yang baik, tidak tergesa-gesa dalam melakukan suatu tindakan,
memiliki kebiasaan hidup sehat, memiliki regulasi diri terhadap layanan etika
kerja yang baik dan konsisten terhadap perilakunya. Jadilah Pustakawan yang terus berinovasi, berjejaring dan berkolaborasi. Tetap rendah hati dan terus belajar.
Daftar
Bacaan:
Averill,J.F.(1973).
Personal Control Over Averssive Stimuli
and It's
Relationship to Stress.
Psychological Bulletin, No. 80. P. 286-303
Effendy,
Onong Uchjana. 2003.”Ilmu, Teori dan
Filsafat
Komunikasi”.
Bandaung Citra Aditya Bakti.
Maslow,
A. H. (1954). “Motivation and Personality”.
New
York,
NY: Harper & Row Publishers.
Rakhmat, Jalaluddin. 1991. "Metode
Penelitian Komunikasi :
dilengkapi contoh
analisis statistic. Jakarta : Remaja Rosdakary
Tangney JPers1,
Baumeister RF, Boone AL. 2004
Apr;72(2):271-324. ”High self-control predicts good adjustment, less pathology,
better grades, and interpersonal success”. Department of Psychology, Case
Western Reserve University, 4400 University Drive, Fairfax, VA 22030-4444, USA
Catatan yang menarik--Ngainun Naim
BalasHapusterimakasih bny pak Ngainun Naim, mohon krisannya yooo
BalasHapus